By Admin, 07 Mei 2025
Selama lebih dari 17 tahun, Rahayu Oktaviani, atau yang lebih akrab disapa Ayu, telah meneliti dan berupaya melestarikan owa Jawa, salah satu primata yang kini terancam punah. Dedikasinya dalam pelestarian satwa tidak hanya terbatas pada penelitian, namun juga pada pemberdayaan perempuan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tempat ia berjuang menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
Perjalanan Awal Ayu yang Menginspirasi
Pada pertengahan 2000-an, Ayu masih menghabiskan waktunya di bangku kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), mempelajari konservasi sumber daya hutan. Di sanalah, ia mulai tertarik pada dunia primata, terinspirasi oleh tiga perempuan legendaris dalam dunia primatologi, yaitu Biruté Galdikas, Dian Fossey, dan Jane Goodall, tiga perempuan yang dikenal sebagai "The Trimates."
"Cinta pertama saya itu orang utan," ujar Ayu saat menceritakan kisah perjalanannya. Ketertarikannya semakin mendalam setelah mengikuti kuliah umum yang menghadirkan Sri Suci Utama, seorang ahli orang utan Indonesia. Ayu sempat berniat meneliti orang utan di Kalimantan, namun karena keterbatasan akses, ia akhirnya mengalihkan perhatiannya pada owa Jawa, primata endemik yang terancam punah.
Penelitian Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(Sumber : BBC)
Pada 2008, Ayu mulai melakukan penelitian intensif terhadap owa Jawa yang hidup di hutan-hutan Pulau Jawa, khususnya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitiannya fokus pada perilaku vokalisasi owa Jawa (Hylobates moloch), dengan menganalisis frekuensi dan durasi suara mereka. Suara owa Jawa, yang dikenal dalam cerita rakyat sebagai pembawa hujan, memiliki irama yang sangat khas dan indah, yang pertama kali didengarnya di Citalahab, sebuah desa di kawasan taman nasional tersebut.
"Suara owa Jawa begitu memukau, membuat saya tercengang, dan akhirnya memotivasi saya untuk lebih bertekad melestarikan mereka," ujar Ayu mengenang saat pertama kali mendengar suara tersebut. Keunikan owa Jawa, yang membentuk pasangan seumur hidup dan berkomunikasi melalui vokalisasi kompleks, menjadi salah satu daya tarik utama Ayu untuk terus memperjuangkan konservasi mereka.
Kepedulian Terhadap Habitat dan Kesadaran Masyarakat
Pentingnya melestarikan owa Jawa tidak hanya terkait dengan keberadaan mereka yang terancam punah, tetapi juga karena spesies ini tergantung pada hutan dengan kanopi yang rapat untuk bergerak. Dengan kerusakan habitat yang terus berlangsung, masa depan owa Jawa semakin tergantung pada upaya konservasi yang lebih luas.
Namun, Ayu juga menyadari bahwa pengetahuan masyarakat lokal mengenai owa Jawa dan alam sekitar sangat terbatas. Hal ini mendorongnya untuk mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif, yakni melibatkan masyarakat dalam proses konservasi. "Masyarakat hanya tahu ada peneliti yang keluar masuk hutan, tapi apakah kita pernah berbagi pengetahuan dengan mereka?" ungkap Ayu.
Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara (KIARA)
(Sumber : Kiara-Indonesia.org)
Berangkat dari kesadaran ini, Ayu mendirikan Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara (KIARA), sebuah organisasi yang berfokus pada konservasi dengan melibatkan masyarakat setempat. KIARA tidak hanya berkomitmen untuk melestarikan owa Jawa, tetapi juga berupaya memberdayakan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang menggabungkan ilmu pengetahuan dengan pemberdayaan sosial-ekonomi.
KIARA telah berhasil membuka pintu bagi para mahasiswa Indonesia untuk terlibat langsung dalam penelitian, serta melibatkan warga lokal sebagai asisten penelitian. Selain itu, Ayu juga berkomitmen untuk menyederhanakan hasil penelitiannya, agar dapat diakses oleh masyarakat umum dalam bentuk yang mudah dipahami, seperti buku cerita, flyer, dan materi edukasi lainnya.
Ambu Halimun: Program Pemberdayaan Perempuan
Salah satu inisiatif penting Ayu adalah program Ambu Halimun, yang memanfaatkan pengetahuan tradisional masyarakat setempat, terutama perempuan, untuk melestarikan alam. Ambu, dalam bahasa Sunda, berarti ibu, dan Halimun merujuk pada nama gunung tempat kegiatan ini berlangsung. Program ini, yang dimulai pada 2021, melibatkan perempuan setempat dalam pelatihan ecoprint dan literasi keuangan rumah tangga.
Mirna Maharani, salah satu perempuan yang tergabung dalam Ambu Halimun, menceritakan bahwa sebelum adanya program ini, perempuan di Kampung Citalahab lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sebagai ibu rumah tangga. Setelah mendapat pelatihan, mereka kini lebih mandiri secara finansial dan memiliki aktivitas yang berdampak positif bagi keluarga dan komunitas mereka.
Diakui Dunia: Whitley Awards
(Sumber : Instagram @roktaviani)
Atas dedikasinya yang luar biasa, Ayu menerima penghargaan bergengsi Whitley Award pada 30 April 2024, sebuah penghargaan yang dikenal sebagai “Oscar Hijau” di dunia konservasi. Penghargaan ini mengakui kontribusinya yang luar biasa dalam melestarikan owa Jawa dan memberdayakan perempuan di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Mimpi yang Terus Berkembang
Ayu dan tim KIARA terus berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam melestarikan owa Jawa dan memberdayakan perempuan di kawasan sekitar. Melalui pendidikan dan pemberdayaan, Ayu berharap dapat menciptakan perubahan yang berkelanjutan, tidak hanya bagi satwa, tetapi juga bagi masyarakat yang menjadi garda terdepan dalam konservasi alam.
"Saya ingin memberi kesempatan lebih banyak untuk para konservasionis muda dan masyarakat sekitar agar bisa terus berperan aktif dalam melestarikan alam kita," tutup Ayu.