By Admin, 17 April 2025
21 April selalu jadi momen spesial untuk mengenang R.A. Kartini. Tapi jauh dari sekadar seragam kebaya dan upacara sekolah, ada begitu banyak cerita menarik di balik sosok perempuan ini. Kartini bukan hanya simbol emansipasi perempuan, tapi juga representasi dari semangat belajar, berpikir kritis, dan keberanian melawan arus zaman. Yuk, kita tengok lebih dalam sisi-sisi unik Kartini yang mungkin belum banyak orang tahu.
Kartini dan Dapur: Memasak, Menulis Resep, dan Merawat Tradisi Lewat Aksara Jawa
(sumber : food.detik.com)
Siapa sangka, Kartini yang dikenal dengan pemikiran tajam dan surat-surat progresifnya, ternyata juga sangat piawai di dapur? Ia meracik berbagai resep masakan dan mencatatnya dalam aksara Jawa, mencerminkan betapa ia tidak hanya mencintai budaya, tapi juga ingin merawatnya dalam kehidupan sehari-hari. Baginya, memasak bukan sekadar kewajiban perempuan, tapi juga seni dan bentuk kecintaan terhadap keluarga serta budaya leluhur. Resep-resep yang ia tulis kemudian dikumpulkan oleh cicitnya, Suryatini N. Ganie, dan dibukukan sebagai warisan kuliner sekaligus sejarah. Melalui masakan, Kartini menjembatani dunia domestik dan intelektual dengan elegan.
Jejak Nama Kartini di Jalanan Kota Belanda
(sumber : merdeka.com)
Kalau kamu pikir penghargaan terhadap Kartini hanya ada di Indonesia, coba jalan-jalan ke Belanda. Di kota-kota seperti Utrecht, Amsterdam, hingga Haarlem, kamu akan menemukan nama "R.A. Kartinistraat" atau "Kartinistraat" di beberapa ruas jalan. Di Amsterdam, nama Kartini berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh dunia seperti Rosa Luxemburg dan Marie Curie. Ini menunjukkan betapa pemikiran Kartini tentang pendidikan dan kesetaraan telah menembus batas geografis. Ia bukan hanya dikenang sebagai pahlawan Indonesia, tapi juga sebagai perempuan dunia yang membawa semangat perubahan dari Timur ke Barat.
Perjalanan Spiritual Kartini Bersama Kyai Sholeh Darat
(sumber : news.detik.com)
Di balik surat-suratnya yang kerap dikaitkan dengan pemikiran Barat, Kartini sebenarnya juga menjalani perjalanan spiritual yang mendalam. Ia merasa haus akan makna agama yang membumi dan bisa dipahami dengan logika. Hal ini membuatnya mendekat kepada Kyai Sholeh Darat, seorang ulama besar di zamannya. Kyai Sholeh menerjemahkan surat Al-Fatihah dalam bahasa Jawa agar Kartini dapat memahaminya. Dari pertemuan itu, Kartini merasa tercerahkan. Ia menulis bahwa ajaran Islam sesungguhnya sangat memuliakan perempuan jauh dari apa yang selama ini ia pelajari secara formal. Perjalanan ini membuka matanya bahwa agama dan emansipasi tidak perlu dipertentangkan, justru bisa berjalan beriringan.
Tentang Surat Kartini: Apa yang Sebenarnya Ditulis Kartini?
(Sumber : bukukita.com))
Kita mengenal Kartini melalui buku "Habis Gelap Terbitlah Terang", tapi tahukah kamu bahwa isi buku itu merupakan hasil suntingan dari surat-surat aslinya? Diterbitkan oleh J.H. Abendanon, beberapa surat mengalami seleksi dan kemungkinan disesuaikan dengan sudut pandang penerbit. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan sejarawan apakah gagasan Kartini yang kita baca benar-benar utuh seperti yang ia tulis, atau sudah diberi bumbu editorial? Meski begitu, semangatnya tentang pentingnya pendidikan, kebebasan berpikir, dan hak perempuan tetap menjadi warisan intelektual yang kuat. Kartini tetap relevan, bahkan dalam dunia yang terus berubah.
Pernikahan Bukan Akhir dari Mimpi Kartini
(sumber : kompasiana.com)
Banyak perempuan masa itu menganggap pernikahan sebagai akhir dari kesempatan belajar dan berkarya. Tapi tidak bagi Kartini. Ia menikah pada usia 24 tahun dengan Bupati Rembang, dan justru dari situ ia mendapat ruang untuk mendirikan sekolah perempuan pertamanya. Suaminya mendukung cita-cita Kartini, membuktikan bahwa kolaborasi dalam rumah tangga bisa jadi kekuatan dalam perjuangan. Sayangnya, usia Kartini tak panjang. Ia wafat empat hari setelah melahirkan putranya. Tapi dalam waktu yang singkat itu, ia telah mewariskan pemikiran yang jauh melampaui zamannya pemikiran yang terus menginspirasi hingga hari ini.
Kenapa Kita Memperingati Hari Kartini Setiap 21 April?
Hari Kartini ditetapkan sebagai hari nasional bukan tanpa alasan. Tanggal 21 April dipilih untuk mengenang hari kelahiran Raden Ajeng Kartini, perempuan asal Jepara yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi di masa kolonial. Tapi lebih dari sekadar mengenang tanggal lahir, peringatan ini adalah simbol bahwa perjuangan Kartini dalam menyuarakan akses pendidikan, kesetaraan hak, dan kebebasan berpikir masih relevan hingga sekarang. Pada tahun 1964, Presiden Soekarno menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini lewat Keputusan Presiden No. 108 Tahun 1964. Kartini dipandang sebagai tokoh nasional yang telah berjasa dalam membuka jalan bagi perempuan untuk bisa belajar, berkarya, dan punya peran dalam pembangunan bangsa. Jadi, Hari Kartini bukan cuma tentang mengenang masa lalu, tapi juga mengingatkan kita akan pentingnya meneruskan perjuangan itu dalam versi kita hari ini.